Gowa Sulsel, satelit01.com – Pembangunan perumahan MAPPASOMBA HILLS yang berlokasi di Bontosunggu, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan diduga milik salah satu anggota DPRD kabupaten Gowa melanggar regulasi.
Perumahan Subsidi yang dibangun diatas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) oleh PT BUKIT RESKY PERSADA diduga mengabaikan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten Gowa.
Proyek yang terus berjalan dan melakukan penimbunan menyasar hingga sekitar 4 hektar lahan produktif tersebut dinilai mengabaikan prinsip keberlanjutan lingkungan dan mengancam ketahanan pangan daerah khususnya di Kabupaten Gowa.

Alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan perumahan. Dimana Lahan yang sebelumnya digunakan untuk menanam padi dan komoditas pangan lainnya kini terus berkurang seiring dengan perluasan pembangunan perumahan MAPPASOMBA HILLS.
Haeruddin selaku Humas INAKOR GOWA menilai bahwa pembiaran terhadap alih fungsi lahan produktif merupakan bentuk nyata dari kelalaian pemerintah daerah khususnya dinas terkait dalam menerbitkan izin bagi pengembang.
“Jika alih fungsi lahan produktif terus dibiarkan tanpa pengawasan dan evaluasi yang ketat, maka ketahanan pangan masyarakat Gowa dan sekitarnya bisa terganggu dalam waktu dekat. Ini bukan hanya isu lokal, tapi menyangkut hajat hidup orang banyak,” jelas Haeruddin saat ditemui di Warkop Mallombassang Selasa (10/07/2025).
Ia menuding adanya potensi pelanggaran hukum dan kelalaian aparat pemerintah dalam proses perizinan proyek pembangunan MAPPASOMBA HILLS. Tudingan itu setelah ia melakukan investigasi langsung dan melihat serta mengamati proses pembangunan.
“Kami menduga ada pembiaran sistematis oleh Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum, serta Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Gowa. Seharusnya mereka menjadi garda terdepan dalam melindungi lahan-lahan produktif yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam rencana tata ruang wilayah,” ujarnya.
Hal ini semakin menguat setelah terbitnya surat edaran resmi dari Menteri Pertanian Republik Indonesia, nomor B–193/SR.020/M/05/2025 tertanggal 16 Mei 2025. Dalam surat tersebut, Menteri Pertanian menegaskan bahwa:
“Bupati/Wali Kota dilarang menyetujui alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Luas Baku Sawah (LBS) ke sektor non-pertanian. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam UU No. 41 Tahun 2009 yang telah diperbarui dengan UU No. 6 Tahun 2023.”
Surat edaran tersebut juga menginstruksikan kepala daerah untuk memperkuat pengawasan, menerbitkan regulasi daerah yang melindungi LP2B dan LBS, serta memberikan insentif kepada petani dan aparat yang menjaga kelestarian lahan pertanian.
“Saya berpendapat bahwa lahan pertanian produktif yang beralih fungsi menjadi perumahan dikarenakan kurang dan lemahnya pengawasan dari pemerintah dan DPRD Kabupaten Gowa sebagai pembuat Perda”, tambah Haeruddin.
Ia sangat menyayangkan hal tersebut bila terus terjadi tanpa adanya gerakan dari pemerintah daerah maupun DPRD Gowa untuk menghentikan proses yang berjalan.
“Kami kwatirkan jika aktivitas tersebut terus berjalan tanpa ada perhatian serta gerakan dari pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Gowa, maka dampak terburuknya adalah kelangsungan hidup para petani di masa yang akan datang,”
Menurutnya lahan pertanian tidak dapat dialihfungsikan ke sektor non pertanian. Hal itu sesuai dengan UU 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan sudah dikuatkan dengan adanya Perda kabupaten Gowa nomor 3 tahun 2019 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Sebagai fungsi Pengawasan, dan mempunyai Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.Kami berharap, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) konsisten dan bersikap tegas dalam menjalankan dan mengawasi Perda nomor 3 tahun 2019 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan,” harapnya.
Kalau Pemerintah Daerah dan DPRD tidak mau mengawasi dan menjalankan secara efektif, lebih baik cabut saja Perda tersebut agar tidak menjadi polemik di tengah masyarakat,” tutup Haeruddin.
Sementara Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Drs Muh Fajaruddin, MM saat di konfirmasi terpisah mengenai stutus lahan yang di bangun oleh Perumahan MAPPASOMBA HILLS masuk lahan produktif atau lahan pemukiman hanya menjawab “Saya cek dulu”.
Hingga berita ini dinaikkan, belum ada informasi detail dari hasil konfirmasi Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura.
Editor : Andi Indera Dewa., S.H

Tinggalkan Balasan